SMS GRATIS

Senin, 28 Mei 2012

Pengalaman Menarik, Sopir Taksi VS Polisi


Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.

Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK?

Sopir (Sop) : Baik Pak?

P : Mas tau..kesalahannya apa?
Sop : Gak pak

P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi yg memang gak standar) sambil langsung mengeluarkan jurus sakti mengambil buku tilang, lalu menulis dengan sigap
Sop : Pak jangan ditilang deh, wong plat aslinya udah gak tau ilang kemana, kalo ada pasti saya pasang..

P : Sudah, saya tilang saja, kamu tau gak banyak mobil curian sekarang? (dengan nada keras !! )
Sop : (Dengan nada keras juga ) Kok gitu! taksi saya kan Ada STNK nya pak, ini kan bukan mobil curian!

P : Kamu itu kalo di bilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas) kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH)
Sop : Maaf pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya?Saya mau yg warna BIRU aja

P : Hey! (dengan nada tinggi) kamu tahu gak sudah 10 Hari ini form biru itu gak berlaku!
Sop : Sejak kapan pak form BIRU surat tilang gak berlaku?

P : Inikan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU, Dulu kamu bisa minta form BIRU, tapi sekarang ini kamu Gak bisa, Kalo kamu gak kamu ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot)
Sop : Baik pak, kita ke komandan bapak aja sekalian (dengan nada nantangin tuh polisi)
Dalam hati saya, berani betul sopir taksi ini..

P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas!?
Sop : Siapa yg melawan!? Saya kan cuman minta form BIRU, Bapak kan yang gak mau ngasih..

P : Kamu jangan macam-macam yah, saya bisa kenakan pasal melawan petugas!
Sop : Saya gak melawan, Kenapa bapak bilang form BIRU udah gak berlaku, Gini aja pak saya foto bapak aja deh, kan bapak yg bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP) Wah, wah hebat betul nih sopir. berani, cerdas dan trendy (terbukti dia mengeluarkan hpnya yang ada berkamera.

P : Hey! Kamu bukan wartawankan!? Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin (sambil berlalu) Kemudian si sopir taksi itupun mengejar itu polisi dan sudah siap melepaskan shoot pertama, (tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi )
P2 : Mas, anda gak bisa foto petugas sepeti itu
Sop : Si bapak itu yg bilang form BIRU gak bisa dikasih (sambil tunjuk polisi yg menilangnya) lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yang menilang tadi, ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yang menghalau si sopir dan polisi yang menilang. Akhirnya polisi yg menghalau tadi menghampiri si sopir taksi

P2 : Mas mana surat tilang yang merah nya? (sambil meminta)
Sop: Gak sama saya pak, Masih sama temen bapak tuh (polisi ke 2 memanggil polisi yang menilang)
P : Sini tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal) Lalu polisi yang nilang tadi menulis nominal denda sebesar Rp..30.600 sambil berkata, nih kamu bayar sekarang ke BRI, lalu kamu ambil lagi SIM kamu disini, saya tunggu..
Sop : (Yes!!) Ok pak ..gitu dong kalo gini dari tadi kan enak..

Kemudian si sopir taksi segera menjalnkan kembali taksinya sambil berkata pada saya, Pak.. maaf kita ke ATM sebentar ya … mau transfer uang tilang . Saya berkata ya silakan. Sopir taksipun langsung ke ATM sambil berkata, Hatiku senang banget pak, walaupun di tilang, bisa ngasih pelajaran berharga ke polisi itu. Untung saya paham macam2 surat tilang. Tambahnya, Pak kalo ditilang kita berhak minta form Biru, gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang Jangan pernah pikir mau ngasih DUIT DAMAI. Mending bayar mahal ke negara sekalian daripada buat oknum..

Minggu, 27 Mei 2012

Curug Siputri, Air Terjun Menyerupai Pengantin

Beberapa waktu lalu pernah muncul film horor berjudul Air terjun Pengantin. Namun film  tersebut tidak ada hhubungan sama sekali dengan tempat wisata alternatif air terjun siputri (curug siputri) ini. Yang unik dari air terjun ini adalah bentuk air terjun kalau dilihat-lihat menyerupai sosok pengantin yang memakai gaun putih. Itulah sebabnya curug ini dinamakan curuk siputri.
curug siputri,air terjun pengantin,air terjun siputri,curug jawa barat
Bentuk aliran air terjun menyerupai seorang pengantin
Curug Siputri terletak di daerah wisata palutunga kab. Kuningan Jawa Barat. letak air terjun ini hanya beberapa puluh meter dari pos penjagaan Taman Nasional Gunung Ciremai, untuk memasuki taman nasional ini anda harus membayar karcis sebesar Rp. 7000,-

Jumat, 25 Mei 2012

Asmaul Husna

No. Nama Arab Indonesia

Allah الله Allah
1 Ar Rahman الرحمن Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim الرحيم Yang Maha Penyayang
3 Al Malik الملك Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus القدوس Yang Maha Suci
5 As Salaam السلام Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min المؤمن Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin المهيمن Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz العزيز Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar الجبار Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir المتكبر Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq الخالق Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` البارئ Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir المصور Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar الغفار Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar القهار Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab الوهاب Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq الرزاق Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah الفتاح Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim العليم Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh القابض Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith الباسط Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` الرافع Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz المعز Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil المذل Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` السميع Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir البصير Yang Maha Melihat
28 Al Hakam الحكم Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl العدل Yang Maha Adil
30 Al Lathiif اللطيف Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir الخبير Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim الحليم Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim العظيم Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur الغفور Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur الشكور Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy العلى Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir الكبير Yang Maha Besar
38 Al Hafizh الحفيظ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit المقيت Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib الحسيب Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil الجليل Yang Maha Mulia
42 Al Kariim الكريم Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib الرقيب Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib المجيب Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` الواسع Yang Maha Luas
46 Al Hakiim الحكيم Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid المجيد Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its الباعث Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid الشهيد Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq الحق Yang Maha Benar
52 Al Wakiil الوكيل Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu القوى Yang Maha Kuat
54 Al Matiin المتين Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy الولى Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid الحميد Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii المحصى Yang Maha Mengalkulasi (Menghitung Segala Sesuatu)
58 Al Mubdi` المبدئ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid المعيد Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii المحيى Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu المميت Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu الحي Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum القيوم Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid الواجد Yang Maha Penemu
65 Al Maajid الماجد Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid الواحد Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad الاحد Yang Maha Esa
68 As Shamad الصمد Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir القادر Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir المقتدر Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir المؤخر Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal الأول Yang Maha Awal
74 Al Aakhir الأخر Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir الظاهر Yang Maha Nyata
76 Al Baathin الباطن Yang Maha Ghaib
77 Al Waali الوالي Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii المتعالي Yang Maha Tinggi
79 Al Barru البر Yang Maha Penderma (Maha Pemberi Kebajikan)
80 At Tawwaab التواب Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim المنتقم Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww العفو Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf الرؤوف Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk مالك الملك Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam ذو الجلال و الإكرام Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith المقسط Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` الجامع Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy الغنى Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii المغنى Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani المانع Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar الضار Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` النافع Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur النور Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Badii' البديع Yang Maha Pencipta Yang Tiada Bandingannya
96 Al Baaqii الباقي Yang Maha Kekal
97 Al Waarits الوارث Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid الرشيد Yang Maha Pandai (Maha Pemberi Petunjuk Pada Kebenaran)
99 As Shabuur الصبور Yang Maha Penyabar


Selasa, 21 Februari 2012

“Nikmatilah Kopinya, Bukan Cangkirnya” 


Sekelompok alumni satu universitas yang telah mapan dalam karir
masing-masing berkumpul dan mendatangi professor kampus mereka yang
telah tua. Percakapan segera terjadi dan mengarah pada komplain tentang
stess di pekerjaan dan kehidupan mereka.

Menawari tamu-tamunya kopi, professor pergi ke dapur dan kembali
dengan poci besar berisi kopi dan cangkir berbagai jenis – dari porselin,
plastik, gelas, kristal, gelas biasa, beberapa diantara gelas mahal dan
beberapa lainnya sangat indah – dan mengatakan pada para mantan mahasiswanya
untuk menuang sendiri kopinya.

Setelah semua mahasiswanya mendapat secangkir kopi di tangan,
professor itu mengatakan : “Jika kalian perhatikan, semua cangkir yang indah dan
mahal telah diambil, yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang murah saja.
Meskipun normal bagi kalian untuk mengingini hanya yang terbaik bagi diri kalian, tapi sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah dan stress yang kalian alami.”

“Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak mempengaruhi kualitas kopi. Dalam
banyak kasus, itu hanya lebih mahal dan dalam beberapa kasus bahkan
menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnya
adalah kopi, bukanlah cangkirnya, namun kalian secara sadar mengambil
cangkir terbaik dan kemudian mulai memperhatikan cangkir orang lain.”

“Sekarang perhatikan hal ini : Kehidupan bagai kopi, sedangkan pekerjaan,
uang dan posisi dalam masyarakat adalah cangkirnya. Cangkir bagaikan alat
untuk memegang dan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang kita miliki tidak
mendefinisikan atau juga mengganti kualitas kehidupan yang kita hidupi.
Seringkali, karena berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal untuk
menikmati kopi yang Allah sediakan bagi kita.”

Allah memasak dan membuat kopi, bukan cangkirnya. Jadi nikmatilah kopinya,
jangan cangkirnya.

Sadarilah jika kehidupan anda itu lebih penting dibanding pekerjaan anda.
Jika pekerjaan anda membatasi diri anda dan mengendalikan hidup anda,
andamenjadi orang yang mudah diserang dan rapuh akibat perubahan keadaan.
Pekerjaan akan datang dan pergi, namun itu seharusnya tidak merubah diri
anda sebagai manusia. Pastikan anda membuat tabungan kesuksesan dalam
kehidupan selain dari pekerjaan anda.
__._,_.___

Hikmah :

QS Al Hadid
20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
21. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar.




Marginal Utility dalam Kehidupan


Masih ingat dengan The Law of Diminishing Return atau Marginal Utility
yang kita pelajari waktu di SMP/SMA dulu? Semakin banyak sendok nasi
yang kita makan, kenikmatannya akan terus  menurun. Hal yang sama terjadi,
kenikmatan mengendarai mobil baru, awalnya enak dan nyaman lama kelamaan
menjadi biasa.
Sebaliknya jika harus turun kelas mobil, awalnya akan merasa tidak enak dan mau
muntah, namun lama kelamaan akan terbiasa, jadi enak juga.
Sebelumnya saya pake Mercedes E Class, siapapun tahu ini mobil paling nyaman
di kelasnya. Karena sesuatu dan lain hal saya ganti menjadi Kijang Kapsul
baru 2000 cc. Apa yang terjadi? Saya dan seluruh keluarga merasa tidak enak
bahkan sebagian lagi merasa pusing dan mual. Namun lama kelamaan menjadi
terbiasa dan bisa menikmati Kijang Kapsul.

Alhamdulillah, sekarang saya pakai mobil yang lebih nyaman, anggaplah nilai
kenyamanannya 9. Rasa nyaman ini terasa signifikan waktu pertama ganti mobil.
Saya bersyukur dengan kenyamanan tersebut. Namun lama kelamaan kenyamanan
tersebut berkurang kualitas rasanya sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu
hingga akhirnya nilai rasanya hanya tinggal 7 tidak jauh berbeda dengan Kijang
Kapsul yang dulu.
Kenyamanan mobil ini baru terasa signifikan lagi, setelah saya naik mobil yang
lebih rendah kualitas kenyamanannya, saya ganti naik Kijang Kapsul lagi.
Saya akan merasa tidak enak lagi, nilai kenyamanannya hanya 5. Namun jika kita
pakai terus Kijang Kapsul tersebut, lama kelamaan terbiasa dan nilai rasanya akan
meningkat hingga mencapai 7.

Contoh lainnya, dulu saya pernah punya teman kantor sangat cantik dan seksi
(maaf jika dianggap vulgar), saat itu saya menganggap nilainya 9. Lama kelamaan
berinteraksi dengannya, nilai  kecantikannya menjadi biasa dan turun hingga
tinggal 7. Ternyata, kawan cantik satu ini punya sifat buruk, yaitu suka selingkuh
dengan teman kantor pria yang masih muda. Seketika saya menjadi sebal
dengannya dan nilainya anjlok di mata saya tinggal 4.

Di lain pihak, ada rekan kantor wanita yang sangat buruk rupanya, pertama kali
bertemu mungkin nilainya 4. Namun lama kelamaan berinteraksi dengannya
menjadi biasa dan menjadi tidak jelek-jelek amat, nilainya berangsur membaik
menjadi 5,5. Apalagi setelah melihat akhlaknya yang baik, perhatian, santun, dan
rajin shalat. Nilainya semakin naik hingga menjadi 7.

Hal inilah, yang dapat menjawab mengapa banyak pasangan suami-isteri artis
yang ganteng dan cantik, namun umur perkawinannya tidak panjang. Ketika
ukuran mereka hanya dilihat dari outer beautynya saja, maka berlakulah Marginal
Utility yang nilainya semakin menurun.

Itulah pentingnya niat yang lurus dalam perkawinan. Jika menikah karena
kecantikannya, keturunannya atau hartanya, maka menurun kualitasnya semua.
Namun jika kita menikah karena agamanya maka “Tarobat yadaaka” kita akan
merasa puas dan penuh keberkahan.

Jika kita menikah dengan niat yang benar, maka semakin berlalunya waktu kita
akan semakin cinta dengan pasangan kita. Semakin cinta karena isteri kita pandai
merawat anak-anak, semakin cinta kepada suami karena rajin shalat malam dan
rajin berdakwah. Masya Allah…

Seorang tukang becak, yang biasa makan ngirit di warteg, suatu ketika diajak
makan di Rumah Makan Sederhana, pake ayam pop atau ayam sayur, maka ia
akan merasakan kenikmatan yang luar biasa seperti di surga dunia.
Sebaliknya seorang kaya, yang biasa makan di hotel-hotel berbintang, restoran-
restoran kelas dunia, jika kita ajak makan di rumah makan biasa tentu menjadi
sangat tidak berselera.

Inilah Maha Adilnya Allah SWT. Ternyata kenikmatan tidak selalu berbanding
lurus dengan materi. Itu sebabnya orang barat berkata: “You can buy bed but not
sleep, you can buy house but not home“.
Dan kita teringat pada perkataan sayidina Ali ra bahwa “Orang yang paling kaya
adalah orang yang paling qona’ah“. Qona’ah dan bersyukur merupakan kata kunci
hidup bahagia, kehidupan yang memiliki nilai tambah dan keberkahan.

Dengan memahami hal ini dengan baik, barulah seorang muslim akan menjadi
mukmin yang ajaib. Sungguh ajaib urusan seorang mukmin, ketika mendapat
nikmat  ia bersyukur, dan ketika mendapat cobaan ia bershabar, dan semua
kondisi itu baik baginya. Bahkan tertusuk durinya seorang mukmin akan
menghapus dosa-dosanya jika dia ikhlas. Betapa indahnya hidup seorang mukmin.
Inilah yang harus kita kejar…. WaLlahu a’lam.



Hal yang bermakna adalah?


Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.
Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata, “Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu? Tolonglah Pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!”

Penjaga kuburan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu.
Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, ” Saya Ny . Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya.”

“O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda.” jawab pria itu.

“Apa, maaf?” tanya wanita itu dengan gusar.

“Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.

Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya,” jawab pria itu.

Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.

Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.

“Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny . Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal.

Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia.

Sampai saat ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!”

Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.

    * Hal yang bermakna adalah, bukan apa yang kita terima
 Tetapi apa yang dapat kita berikan untuk orang lain



Good Story


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari
perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut
yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.

Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: “Aku tidak mengenal
Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar.
Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut”.

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”

Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar”.

“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai
suamimu kembali”, kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan
semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini,
lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah
kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini”.

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.

“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama” , kata pria itu hampir
bersamaan.

“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seseorang pria itu berkata, “Nama dia Kekayaan,” katanya sambil
menunjuk seorang pria berjanggut disebelahnya, “sedangkan yang ini
bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.

Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang.
Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh
masuk kerumahmu.”

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar.
Suaminya pun merasa heran. “Ohho…menyenangka n sekali. Baiklah,
kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, “sayangku, kenapa
kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia
untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita.”

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut
mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. “Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang. “

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. “Baiklah, ajak
masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang
menjadi teman santap malam kita.”

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. “Siapa
diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”

Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..
ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa
ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.

“Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa
kamu ikut juga?”

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. “Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang,  maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini.”



Orang Brengsek Guru Sejati


Entah apa dan di mana menariknya, Bank Indonesia amat senang mengundang saya untuk menyampaikan presentasi dengan judul Dealing With Difficult People.

Yang jelas, ada ratusan staf bank sentral ini yang demikian tertarik dan tekunnya mendengar ocehan saya. Motifnya, apa lagi kalau bukan dengan niat untuk sesegera mungkin jauh dan bebas dari manusia-manusia sulit seperti keras kepala, suka menghina, menang sendiri, tidak mau kerja sama, dll.

Di awal presentasi, hampir semua orang bernafsu sekali untuk membuat manusia sulit jadi baik. Dalam satu hal jelas, mereka yang datang menemui saya menganggap dirinya bukan manusia sulit, dan orang lain di luar sana sebagian adalah manusia sulit.

Namun, begitu mereka saya minta berdiskusi di antara mereka sendiri untuk memecahkan persoalan kontroversial, tidak sedikit yang memamerkan perilaku-perilaku manusia sulit. Bila saya tunjukkan perilaku mereka; seperti keras kepala, menang sendiri, dan lain-lain, dan kemudian saya tanya apakah itu termasuk perilaku manusia sulit, sebagian darimereka hanya tersenyum kecut.

 Bertolak dari sinilah, maka sering saya menganjurkan untuk membersihkan kaca mata terlebih dahulu,sebelum melihat orang lain. Dalam banyak kasus, karena kita tidak sadar dengan kotornya kaca mata maka orangpun kelihatan kotor.

Dengan kata lain, sebelum menyebut orang lain sulit, yakinlah kalau bukan
Anda sendiri yang sulit.

Karena Anda amat keras kepala, maka orang berbeda pendapat sedikit saja pun jadi sulit. Karena Anda amat mudah tersinggung, maka orang yang tersenyum sedikit saja sudah membuat Anda jadi kesal.

 Nah, pembicaraan mengenai manusia sulit hanya boleh dibicarakan dalam keadaan kaca mata bersih dan bening. Setelah itu, saya ingin mengajak Anda masuk ke dalam sebuah pemahaman tentang manusia sulit.

Dengan meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah guru kehidupan, maka guru terbaik kita sebenarnya adalah manusia-manusia super sulit. Terutama karena beberapa alasan.

Pertama, manusia super sulit sedang mengajari kita dengan menunjukkan betapa menjengkelkannya mereka.

Bayangkan, ketika orang-orang ramai menyatukan pendapat, ia mau menang sendiri. Tatkala orang belajar melihat dari segi positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain. Semakin sering kita bertemu orang-orang seperti ini, sebenarnya kita sedang semakin diingatkan untuk tidak berperilaku sejelek dan sebrengsek itu.

 Saya berterimakasih sekali ke puteri Ibu kost saya yang amat kasar dan suka menghina dulu. Sebab, dari sana saya pernah berjanji untuk tidak mengizinkan putera-puteri saya sekasar dia kelak. Sekarang, bayangan tentang anak kecil yang kasar dan suka menghina, menjadi inspirasi yang amat membantu pendidikan anak-anak di rumah. Sebab, saya pernah merasakan sendiri betapa sakit hati dan tidak enaknya dihina anak kecil.

Kedua, manusia super sulit adalah sparring partner dalam membuat kita jadi orang sabar.

Sebagaimana sering saya ceritakan, badan dan jiwa ini seperti karet. Pertama ditarik melawan, namun begitu sering ditarik maka ia akan longgar juga. Dengan demikian, semakin sering kita dibuat panas kepala, mengurut-urut dada, atau menarik nafas panjang oleh manusia super sulit, itu berarti kita sedang menarik karet ini ( baca : tubuh dan jiwa ini ) menjadi lebih longgar ( sabar ).

Saya pernah mengajar sekumpulan anak-anak muda yang tidak saja amat pintar, namun juga amat rajin mengkritik. Setiap di depan kelas saya diuji, dimaki bahkan kadang dihujat. Awalnya memang membuat tubuh ini susah tidur. Tetapi lama kelamaan, tubuh ini jadi kebal.

 Seorang anggota keluarga yang mengenal latar belakang masa kecil saya, pernah heran dengan cara saya menangani hujatan-hujatan orang lain. Dan gurunya ya itu tadi, manusia-manusia pintar tukang hujat di atas.

Ketiga, manusia super sulit sering mendidik kita jadi pemimpin jempolan.
Semakin sering dan semakin banyak kita memimpin dan dipimpin manusia sulit, ia akan menjadi Universitas Kesulitan yang mengagumkan daya kontribusinya. Saya tidak mengecilkan peran sekolah bisnis, tetapi pengalaman memimpin dan dipimpin oleh manusia sulit, sudah terbukti membuat banyak sekali orang menjadi pemimpin jempolan. Rekan saya menjadi jauh lebih asertif setelah dipimpin lama oleh purnawirawan jendral yang amat keras dan diktator.

Keempat, disadari maupun tidak manusia sulit sedang memproduksi kita menjadi orang dewasa.

Lihat saja, berhadapan dengan tukang hina tentu saja kita memaksa diri untuk tidak menghina balik. Bertemu dengan orang yang berhobi menjelekkan orang lain tentu membuat kita berefleksi, betapa tidak enaknya dihina orang lain.

Kelima, dengan sedikit rasa dendam yang positif manusia super sulit sebenarnya sedang membuat kita jadi hebat.

Di masa kecil, saya termasuk orang yang dibesarkan oleh penghina-penghina saya. Sebab, hinaan mereka membuat saya lari kencang dalam belajar dan berusaha. Dan kemudian, kalau ada kesempatan saya bantu orang-orang yang menghina tadi. Dan betapa besar dan hebatnya diri ini rasanya, kalau berhasil membantu orang yang tadinya menghina kita.



Ya Rabbul Izzati

Ya Rabbul Izzati, sekian lama aku mengembara mencari cinta. Terperosok aku dalam kubangan rindu bersulam palsu. Pedih jiwaku, gersang ragaku. Tapi aku tak pernah berhenti memadu rindu, karena ku tahu cinta sejatimu adalah musim semi dalam jiwaku.

 Allah, kuberharap pengembaraan cintaku membawaku pada sebuah taman. Menuju ke sana, kulalui dengan tertatih-tatih. Kadang terpikir olehku untuk menuntaskan jalan itu agar aku segera sampai. Tapi yang kutemui hanyalah taman yang gersang dan tandus di bawah panasnya terik matahari yang menyiksa jiwaku.

Rabbku, telah kupenuhi panggilan-Mu, membawa tubuh ringkih ini melewati jalan yang Kau kehendaki. Telah kucoba melepas segenap yang aku mampu untuk mengatasi beratnya medan yang menghalang. Telah coba kuatasi sedapatnya panasnya hari-hari kulewati.

Namun ampuni aku ya Rabbi. Betapa seringnya hamba tertegun ragu, untuk melanjutkan perjalanan yang panjang ini. Semuanya memang dikarenakan kelemahan hati ini yang masih saja berharap mencicipi kenikmatan duniawi.

Kinipun hati yang peragu ini masih diguncang gundah. Akankah Kau terima buah karya tangan lemah ini? Akankah Kau hargai, apabila saat ini hatiku masih juga mengharapkan wajah lain selain wajah-Mu. Jika masih juga kunanti senyum lain selain senyum-Mu. Juga masih kudambakan pujian selain dari pujian-Mu. Betapa semakin berat persangkaanku akan kesia-siaan amalanku, jika kuingat Engkau Maha Pencemburu!!!

Rabbi, bukan tak ingin aku istiqomah melewati hari-hari. Bukan tak hendak aku sabar menanti janji-Mu. Namun Rabbi, apakah salah jika aku menyandarkan diri pada dinding lain dalam sebuah bangunan Islam-Mu? Angkuhkah aku yang lemah ini Rabb? Salahkah aku yang dhoif ini Rabb?

 Namun Rabb, lagi-lagi Kau didik aku dalam kealpaan mimpi semuku. Kau dekap aku dalam belaian tarbiyah yang telah banyak mengajarkan aku banyak hal. Tak sanggup kubendung air mata keharuan atas semua belaian ini. Karena aku tahu, tidak semua hamba-Mu Kau perlakukan sama seperti aku. Tersibak juga tirai kelam yang senantiasa menyeret langkahku menjauh dari-Mu, sungguh aku bersyukur atas semua ini. Aku sadar tidak sama pejuang dengan perintang, Kembali ku ingat sebait doa yang pernah kurenda, tentang sebuah janji yang telah kupatri, tentang azzam yang kutanam dan juga segala amanahku. Mengingatnya, semakin deras air mata ku mengalir, semakin kuat dan kokoh kakiku melangkah. Ternyata tanggung jawab itu besar berada di pundakku.

 Rabbana, kekuatan apakah gerangan ini, yang mengantarkan kakiku ke dada pelangi. Jauh melesat meninggalkan bayang-bayang. Bergerak bagai awan putih merindukan terang. Kadang kala kabut pekat yang kutemui. Langkahkupun seolah terhenti. Namun aku tidak mau terjebak di dalamnya, sekuat tenaga kucoba berlari, tapi langkah kaki kecilku berpacu dengan nafsu yang menahan jiwaku. Aku bergumul seorang diri, mulutku berteriak, namun suaraku bersembunyi. Beruntung aku masih punya nafas, yang bisa kudendangkan tatkala hatiku sunyi. Dengan nafas itu aku berjalan di atas bumi. Menuntun hamba-hamba-Mu yang mendambakan cinta sejati.

 Rabb, apakah ini jawaban setiap doa-doaku? Agar Engkau sertakan aku di dalam barisan para salafussholeh?. Apakah ini jawaban setiap rintihanku, agar Engkau jadikan setiap nikmat yang ada pada diriku sebagai mahar yang akan aku persembahkan pada-Mu?

Oh Rabbi, ampuni atas segala kelemahan imanku, bimbing aku melewati jalan orang-orang bernyali singa, namun aku cukup arif menyadari Rabb, siapalah aku ini, betapa diri ini tak layak disejajarkan dengan mereka. Siapalah aku ini dibandingkan mereka yang senantiasa bersimbah peluh dan debu untuk membuktikan kecintaanya kepada-Mu? Betapa lancangnya aku mengukur diri dengan mereka yang menghabiskan malam-malamnya dengan sujud tersungkur mengharapkan ampunan dan cinta-Mu.

 Ya Rabbana, kesimpulan dari riak-riak hatiku ini, aku ingin sampaikan terima kasihku kepada-Mu. Walaupun syukur dan taubatku sering mungkir, namun lautan kasih sayang dan ampunan-Mu kuyakini tak pernah bertepi

Ya Muhaimin, untuk yang kesekian kalinya, kuucapkan terima kasih yang tak terhingga, atas segala cinta dan pelabuhan rindunya. Kau adalah musim semi dalam relung jiwaku. Dalam pangkuan-Mu, terhimpun seluruh kekuatanku, dengan kekuatan itu tanganku memainkan melodi, mulutku menyanyi lagu syurgawi. Izinkanlah ya Allah aku menjadi penyambung cahayaMu yang tiada pernah pudar.

Allah, Walaupun aku tak layak mensejajarkan diri, tapi aku ingin katakan, tarbiyah telah merubah diriku, melesat meninggalkan angan-angan hampa, bayang-bayang semu, serta dongeng yang tak memiliki cerita. Dalam dekapannya runtuh keangkuhanku, sirna kesombongnnku, lenyap sifat jahiliyahku. Yang ada saat ini bagaimana membentuk diri, seperti yang Engkau kehendaki …

Rabbi, di dada-Mu kupasrahkan kehidupan, di sana kutemukan kedamaian yang abadi, sujudku tak akan pernah merenggang, jemariku kan terus kususun, bibirku akan terus bergetar, memohon agar senantiasa Kau beri aku kebahagiaan, karena memang hanya dariMu-lah sumber kebahagiaan.



Berhentilah jadi gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.

“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?” sang Guru bertanya.

“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,” jawab sang murid muda.

Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata Sang Guru.

“Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.”

Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.

“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.

“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.

“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka.

“Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”

Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan Sang Guru, begitu pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya,

“Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.

Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum.

“Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang
dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”

Si murid terdiam, mendengarkan.

“Tapi Nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.”



Sepucuk surat dari seorang Ayah

Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Allah
yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat
seorang laki-laki kepada seorang laki-laki; surat seorang ayah
kepada seorang ayah.

Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti
kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah
karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan
bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.

Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul
dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog
seorang ayah dengan anak-anaknya.

Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit.
Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti
menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku
terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah
dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan,
ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.

Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai
buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi
terpisahkan oleh apapun jua.

Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata:
"TIDAK", timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau
bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena
cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku
menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata
seharusnya hanya untuk Tuhan.

Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya
aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi,
kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan.
Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.

Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada
pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi
keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena
kau dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi
agar engkau dikagumi dan dicintai Tuhan.

Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu
memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus
lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar perjalananmu
mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.

Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau
kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggeng-
gam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat
kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya.

Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita
memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal
letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku
tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir
putus asa.

Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di
hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan
ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh
aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Tuhan.
Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa
kita kembalikan kepada pemiliknya.
Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.



 MENEMBUS KETERBATASAN

 Kutu anjing adalah binatang yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya.

 Namun, apa yang terjadi

 bila ia dimasukan ke dalam sebuah kotak korek api kosong lalu dibiarkan  disana selama satu hingga  dua minggu? Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak  korek api saja!

 Kemampuannya melompat 300 kali tinggi tubuhnya tiba-tiba hilang.

Ini yang terjadi. Ketika kutu itu berada di dalam kotak korek api ia  mencoba  melompat tinggi. Tapi ia  terbentur dinding kotak korek api. Ia mencoba lagi dan terbentur lagi.

 Terus

 begitu sehingga ia mulai

 ragu akan kemampuannya sendiri.

 Ia mulai berpikir, “Sepertinya kemampuan saya melompat memang hanya  segini.”

 Kemudian loncatannya

 disesuaikan dengan tinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak membentur. Saat  itulah dia menjadi sangat  yakin, “Nah benar kan? Kemampuan saya memang cuma segini. Inilah saya!”

 Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, dia masih terus  merasa bahwa batas kemampuan  lompatnya hanya setinggi kotak korek api. Sang kutu pun hidup seperti itu  hingga akhir hayat. Kemampuan  yang sesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh  lingkungannya.

 Sesungguhnya di dalam diri kita juga banyak kotak korek api. Misalnya anda  memiliki atasan yang tidak  memiliki kepemimpinan memadai. Dia tipe orang yang selalu takut tersaingi  bawahannya, sehingga dia  sengaja menghambat perkembangan karir kita. Ketika anda mencoba melompat  tinggi, dia tidak pernah  memuji, bahkan justru tersinggung. Dia adalah contoh kotak korek api yang  bisa mengkerdilkan anda.

 Teman kerja juga bisa jadi kotak korek api. Coba ingat, ketika dia bicara  begini, “Ngapain sih kamu kerja  keras seperti itu, kamu nggak bakalan dipromosikan, kok.” Ingat! Mereka  adalah kotak korek api. Mereka  bisa menghambat perkembangan potensi diri Anda.

 Korek api juga bisa berbentuk kondisi tubuh yang kurang sempurna, tingkat  pendidikan yang rendah,  kemiskinan, usia dan lain sebagianya. Bila semua itu menjadi kotak korek  api  maka akan menghambat  prestasi dan kemampuan anda yang sesungguhnya tidak tercermin dalam  aktivitas sehari-hari.

 Bila potensi anda yang sesungguhnya ingin muncul, anda harus take action  untuk menembus kotak korek  api itu. Lihatlah Ucok Baba, dengan tinggi tubuh yang di bawah rata-rata ia  mampu menjadi presenter  di televisi. Andapun pasti kenal Helen Keller. Dengan mata yang buta, tuli  dan “gagu” dia mampu lulus  dari Harvard University. Bill Gates tidak menyelesaikan pendidikan  sarjananya, namun mampu menjadi  “raja” komputer. Andre Wongso, tidak menamatkan sekolah dasar namun mampu  menjadi motivator nomor  satu di Indonesia.

  Contoh lain Meneg BUMN, Bapak Sugiharto, yang pernah menjadi seorang  pengasong, tukang parkir dan  kuli di Pelabuhan. Kemiskinan tidak menghambatnya untuk terus maju. Bahkan  sebelum menjadi menteri  beliau pernah menjadi eksekutif di salah satu perusahaan ternama.

  Begitu pula dengan Nelson Mandela. Ia menjadi presiden Afrika Selatan  setelah usianya lewat 65 tahun.

 Kolonel Sanders sukses membangun jaringan restoran fast food ketika usianya  sudah lebih dari 62 tahun.

 Nah, bila anda masih terkungkung dengan kotak korek api, pada hakekatnya  anda masih terjajah. Orang-orang  seperti Ucok Baba, Helen Keller, Andre Wongso, Sugiharto, Bill Gates dan  Nelson Mandela adalah orang  yang mampu menembus kungkungan kotak korek api. Merekalah contoh sosok  orang  yang merdeka, sehingga  mampu menembus berbagai keterbatasan.

KISAH BIJAK PARA SUFI



Nelayan dan Jin

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu hari ada seorang nelayan, yang terbiasa melaut sendirian, menemukan sebuah botol kuningan dalam jalanya. Sumbat botol itu terbuat dari timah.

Meskipun bentuknya agak berbeda dari botol lain yang lazim dilihatnya, nelayan itu berpikir kalau-kalau botol tersebut berisi sesuatu yang berharga. Lagipula, hari itu tangkapannya jelek, paling tidak ia bisa menjual botol kuningan itu kepada pedagang kuningan.

Botol itu tidak begitu besar. Pada lehernya, tergores simbol aneh, Meterai Sulaiman, Raja dan Guru. Di dalam botol itu terperangkap suatu jin yang menakutkan, dan Sulaiman sendiri telah membuangnya ke laut agar manusia terlindung dari roh itu sampai saatnya tiba ketika tampil seseorang yang bisa mengendalikannya, menempatkan jin itu pada tugasnya sebagaimana semestinya, yaitu melayani manusia.

Tetapi, nelayan itu tak mengetahui hal tersebut. Yang ia tahu adalah bahwa botol itu bisa ia selidiki, dan mungkin akan mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Lupa akan petuah, 'Manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya,' nelayan itu menarik sumbat timahnya.

Ia menelungkupkan botol itu, namun tampaknya kosong. Lalu, ia meletakkan dan memandangi botol itu. Kemudian, terlihat suatu gumpalan asap tipis, yang semakin pekat, membumbung naik dan membentuk hantu raksasa dan seram, yang berseru dengan nyaring, "Aku Pemimpin Bangsa Jin yang mengetahui rahasia peristiwa-peristiwa gaib. Aku memberontak terhadap Sulaiman; dan ia mengurungku dalam botol laknat ini. Nah, sekarang kau akan kubunuh!"

Nelayan itu ketakutan dan tersungkur di pasir sambil menangis, "Akan kau bunuh jugakah orang yang membebaskanmu?"

"Tentu saja," kata jin itu, "Sebab berontak adalah sifatku, dan merusak adalah keahlianku, meskipun kurungan itu telah menahanku ribuan tahun lamanya."

Sekarang, nelayan itu menyadari bahwa, alih-alih mendapat keuntungan dari tangkapan tak disangka itu, ia akan binasa begitu saja tanpa alasan yang bisa dimaklumi. Ia memandangi meterai pada sumpal botol itu, dan mendadak terpikir olehnya suatu ide. "Kau tak mungkin muncul dari botol itu, botol itu terlalu kecil," katanya.

"Apa! Kau meragukan ucapan Pemimpin Para Jin?" teriak bayangan itu. Dan, jin itu pun mengubah dirinya menjadi gumpalan asap dan ia masuk kembali ke dalam botol itu. Nelayan itu mengambil sumbat tadi dan memeteraikannya pada botol itu. Kemudian, botol itu ia lemparkan jauh-jauh, ke kedalam lautan.

Berpuluh-puluh tahun lewat, sampai suatu hari nelayan lain, yaitu cucu nelayan pertama tadi, melabuhkan jalanya di tempat yang sama, dan mendapati botol itu. Ia menaruh botol itu di pasir. Ketika baru saja hendak membukanya, ia teringat akan nasihat ayahnya, yang diturunkan dari kakeknya. Bunyi nasihat itu: 'Manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya'.

Dan tepat pada saat itu, karena guncangan pada penjara logam itu, si jin terbangun dari tidurnya, dan berseru, "Hai putra Adam, siapa pun kau, buka sumbat botol ini dan bebaskan aku! Sebab Akulah Pemimpin Bangsa Jin yang mengetahui rahasia peristiwa gaib."

Karena mengingat pesan leluhurnya, nelayan muda itu pun meletakkan botol itu dengan hati-hati di dalam sebuah gua. Lalu, ia mendaki bukit karang yang terjal di dekat situ, mencari pondok seorang bijaksana.

Ia pun menceritakan semuanya kepada orang bijaksana itu, yang berkata, "Pesan leluhurmu itu benar adanya kau harus melakukannya sendiri, tetapi terlebih dahulu kau harus memahami cara mempergunakannya."

"Tetapi, apa yang harus kulakukan?" tanya pemuda itu. "

Pasti ada sesuatu yang kau rasa ingin kau lakukan?" kata orang bijaksana itu.

"Aku ingin membebaskan jin itu agar ia bisa memberiku pengetahuan ajaib atau mungkin gunungan emas, dan lautan jamrud, dan semua pemberian lain yang biasa diberikan oleh para jin."

"Harapanmu itu tidak akan terjadi," kata sang guru, "Sebab ketika jin itu dibebaskan, ia mungkin tidak akan mengabulkan keinginanmu itu atau mungkin ia akan memberikannya tetapi mengambilnya kembali karena kau tak punya cara untuk melindungi para jin, belum lagi petaka yang bisa saja menimpamu ketika kau melakukan sesuatu serupa itu. Sebab, manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya."

"Kalau begitu, apa yang seharusnya kulakukan?'

"Mintalah jin itu sebuah contoh pemberian yang bisa ia berikan. Mintalah cara menjaga pemberian itu dan ujilah caranya. Mintalah pengetahuan, jangan barang milik, sebab milik tanpa pengetahuan adalah sia-sia, dan itulah penyebab semua kekhawatitan kita."

Sekarang, karena telah tepekur dan waspada, pemuda itu bisa menyusun rencananya ketika ia kembali ke gua tempat botol jin itu diletakkan. Ia pun mengetuk botol itu, dan terdengar suara jin itu berkata, "Dalam nama Sulaiman yang Perkasa, damai baginya, bebaskan aku, wahai putra Adam!"

"Aku tak percaya bahwa kau seperti yang kau akui, dan bahwa kau memiliki kuasa seperti yang kau katakan," jawab pemuda itu.

"Kau tak percaya? Tak tahukah kau bahwa aku tak bisa berbohong?" sahut jin itu.

"Tidak, aku tak percaya," kata nelayan itu.

"Lalu, bagaimana aku bisa meyakinkanmu?"

"Tunjukkan padaku kekuatanmu. Bisakah kau mempergunakan kuasa tertentu melewati dinding botol?"

"Ya, tetapi kekuatanku ini tak cukup kuat untuk membebaskan diriku."

"Baik sekali, kemudian kau juga harus memberiku kemampuan untuk mengetahui kebenaran tentang masalah yang ada di pikiranku."

Segera saja, setelah jin itu menggunakan kemampuan gaibnya, nelayan itu pun segera sadar akan sumber petuah tadi yang diwariskan oleh kakeknya. Ia juga menyaksikan seluruh peristiwa pembebasan jin itu oleh kakeknya berpuluh-puluh tahun silam; dan dilihatnya pula cara untuk menyampaikan kepada orang lain tentang bagaimana memperoleh kemampuan serupa itu dari para jin. Tetapi, ia pun menyadari bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukannya. Dan begitulah, si nelayan membawa botol itu dan, seperti kakeknya, melemparnya kembali ke lautan.

Pemuda itu pun menghabiskan sisa hidupnya bukan sebagai nelayan, tetapi sebagai orang yang mencoba menjelaskan kepada orang lain, bahaya yang menimpa 'manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya'.

Namun, karena sedikit orang yang pernah menemukan jin dalam botol, dan tak ada orang bijaksana yang menasihati mereka dalam berbagai hal, penerus nelayan itu memutarbalikkan apa yang mereka sebut 'ajarannya', dan menirukan penjelasannya. Pada akhirnya, penyelewengan itu menjadi suatu agama. Mereka terkadang minum dari botol-botol aneh yang disimpan di dalam kuil-kuil mahal dan serba megah. Dan karena mereka mengagumi kelakuan pemuda nelayan itu, mereka berusaha keras untuk menyamai perbuatan dan sikapnya dalam segala hal.

Kini berabad-abad kemudian, bagi para pengikut agama tersebut, botol itu tinggal lambang suci dan menyisakan misteri. Mereka mencoba saling menyayangi hanya karena mereka menyayangi nelayan itu. Dan di tempat nelayan itu mereka menetap dan membangun sebuah gubug sederhana. Mereka memakai pakaian dan perhiasan bagus-bagus, serta melakukan ritual yang rumit.

Mereka tak tahu bahwa para pengikut orang bijaksana itu masih hidup, demikian pula anak-cucu nelayan itu. Botol kuningan itu pun tetap tergeletak di relung samudera dan jin itu tertidur di dalamnya.



Roti Untuk Saudagar yang Kikir 


Ada seorang saudagar yang sangat irit dalam hal makan dan minumnya. Suatu ketika ia berada di sebuah negeri yang jauh untuk berdagang. Ketika ia berjalan-jalan di tengah-tengah pasar, lewat seorang perempuan tua membawa dua potong roti. Saudagar itu menyapa perempuan tua itu.

”Nyonya, apakah roti itu mau dijual?”

Perempuan tua itu ragu-ragu sejenak, tapi kemudian menjawab, ”Ya.”

Saudagar itu lantas menawar roti tersebut dengan harga yang serendah-rendahnya. Si ibu tua, karena kalah lihai dalam tawar-menawar akhirnya menjual rotinya dengan harga sangat murah. Kemudian dengan puas pulanglah si saudagar ke tempatnya bermalam. Hari itu dia merasa menang dan memakan kedua potong roti itu.

Keesokan harinya, ia kembali ke pasar itu. Dilihatnya perempuan tua itu lewat lagi sambil membawa dua potong roti yang serupa. Kemudian roti itu dibelinya lagi. Begitulah seterusnya, tiap-tiap hari ia membeli dua potong roti dari perempuan tua itu selama dua puluh hari berturut-turut, sampai akhirnya perempuan tua itu tidak muncul-muncul lagi. Saudagar itu menanyakan keadaan wanita tua itu kepada orang-orang di sekitar situ, namun tidak ada yang mengetahui kabar beritanya.

Suatu hari, ketika ia sedang melihat-lihat di sebagian jalan raya di kota itu, si saudagar tanpa sengaja berpapasan dengan perempuan tua penjual roti itu. Lalu saudagar itu berhenti dan memberi salam kepadanya serta menanyakan sebab-sebab mengapa ia tidak berjualan roti lagi.

Perempuan tua itu enggan menjawab, namun saudagar itu tetap memaksanya memberikan penjelasan. Maka berkatalah perempuan tua itu,

”Tuan, dengarkan jawaban saya. Sebenarnya saya merawat seorang laki-laki yang menderita penyakit borok pada bagian bawah pinggangnya. Tabib mengobatinya dengan tepung yang diadoni minyak samin lalu menempelkannya di tempat yang sakit itu semalaman. Keesokan harinya tepung itu saya ambil, lalu saya buat dua potong roti. Itulah yang saya jual kepada Tuan. Demikianlah hal itu tiap hari saya lakukan. Tetapi sekarang laki-laki itu telah meninggal dunia sehingga saya tidak bisa membuat roti lagi.”

Ketika saudagar mendengar jawaban perempuan tua itu, berkatalah ia dalam hatinya, ”cilaka!”

Kemudian ia merasakan perutnya melilit dan mual-mual, lalu muntah. Akhirnya ia jatuh sakit. Ia menyesal namun sudah tidak ada gunanya lagi penyesalan.


Tung Yang dan Jari Ajaib Sang Dewa 


Tung Yang dan Jari Ajaib Sang Dewa
Tung Yang seorang yang sangat miskin, tak memiliki benda berharga apapun. Bekerja dengan beban yang hampir tak tertanggungkan, tapi penghasilannya masih belum juga bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Walaupun Tung Yang sudah bekerja banting tulang setiap harinya, hidupnya tetap melarat.

Suatu hari ia betemu dengan salah seorang sahabatnya. Karena perjuangan yang gigih, sang sahabat itu sudah menjadi dewa. Menyaksikan kemelaratan temannya, maka sang kawan tak sampai hati, datanglah Dewa ini kepada sahabatnya untuk menolongnya.

Tak kepalang girangnya Tung Yang melihat sahabatnya yang sudah berhasil menjadi Dewa, maka ia menceritakan kesulitan dirinya yang dirasanya tak berkesudahan, memohon agar temannya yang sudah jadi Dewa itu memberi laporan kepada Giok Hong Siang Tee, supaya takdirnya dirubah menjadi bagus dan baik agar hidupnya tidak melarat terus-menerus.

Sahabat yang sudah menjadi Dewa itu tersenyum mendengar cerita maupun keluh-kesah Tung Yang. Dengan sabar ia bertanya, “Lalu, sekarang apa maumu?”

“Mauku? Tidak banyak. Aku hanya ingin memiliki uang yang cukup agar hidupku dan keluargaku tidak melarat seperti sekarang.”

“Baiklah,” sahabatnya yang telah menjadi Dewa mengangguk. “Aku akan menolongmu.” Setelah berujar demikian, sahabat itu mengangkat tangannya dan mengarahkan jari telunjuknya kepada sebongkah batu yang cukup besar, lebih besar dari kepalan tangan. Keluar cahaya menyilaukan dari ujung jari tangan si Dewa, dan bongkahan batu gunung itu seketika berubah menjadi sebongkah emas yang berkilauan, lalu diberikannya kepada Tung Yang.

Tung Yang kaget bercampur girang luar biasa, kemudian cepat-cepat memberitahukan kepada sahabatnya yang sudah menjadi Dewa itu, bahwa hanya sebongkah emas seperti itu tentu belum cukup untuknya. Karena di waktu mendatang belum tentu mereka bertemu lagi; bagaimana Tung Yang harus meminta tolong lagi jika sebongkah emas itu sudah habis dipergunakannya.

Sahabatnya tersenyum, ia mengerti dan memaklumi sifat temannya. Kembali tangannya diangkat, jari telunjuknya menuding sebongkah batu sebesar kuda. Seperti tadi, dari ujung jari tangannya memancar cahaya kemilau dan batu besar itu pun berubah menjadi emas. “Ambillah, tak akan habis walaupun kau pergunakan sampai seratus tahun,” kata si Dewa dengan perasaan puas, mengira Tung Yang akan mengucapkan terima kasih.

Tapi Dewa itu menjadi kaget, waktu Tung Yang mendadak menangis terisak-isak. Dia letakkan bongkahan kecil emas pertama di samping bongkahan besar, kemudian menangis berguling-guling di tanah.

“Wah, wah, kenapa lagi kau?” Si Dewa kebingungan.

“Jika kau hanya memberikan dua bongkah emas seperti itu, mana cukup buat membeli kebutuhan keluargaku seperti tanah, rumah, kereta kuda … ”

Si Dewa jadi semakin bingung. “Jadi apa lagi yang kau inginkan?

Tung Yang berhenti menanngis, kemudian menuding ke tangan Si Dewa.

”Aku mau jarimu.”



Sultan yang Menjadi Kuli 


Seorang Sultan Mesir konon mengumpulkan orang-orang terpelajar, dan – seperti biasanya – timbullah perdebatan. Pokok masalahnya adalah Mi’raj Nabi Muhammad. Dikatakan, pada kesempatan tersebut Nabi diambil dari tempat tidurnya, lalu dibawa ke langit. Selama waktu itu ia menyaksikan surga-neraka, berbicara dengan Tuhan sembilan puluh ribu kali, mengalami pelbagai kejadian lain – dan dikembalikan ke kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat. Kendi air yang terguling karena tersentuh Nabi waktu berangkat, airnya masih belum habis ketika Nabi turun kembali.

Beberapa orang berpendapat bahwa hal itu benar, sebab ukuran waktu di sini dan di sana berbeda. Namun sultan menganggapnya tidak masuk akal.

Para ulama cendekia itu semuanya mengatakan bahwa segala hal bisa saja terjadi karena kehendak Tuhan. Hal itu tidak memuaskan sultan.

Berita perbedaan pendapat itu akhirnya didengar oleh Sufi Syeh Shabuddin, yang segera saja menghadap sultan. Sultan menunjukkan kerendahan hati kepada sang guru yangn berkata, ”Saya bermaksud segera saja mengadakan pembuktian.”

Di ruang pertemuan itu terdapat empat jendela. Sang Syeh memerintahkan agar yang sebuah dibuka. Sultan melihat keluar melalui jendela itu. Di pegunungan nun jauh di sana terlihat olehnya sejumlah besar prajurit menyerang, bagaikan semut banyaknya, menuju ke istana. Sang Sultan sangat ketakutan.

”Lupakan saja. Tak ada apa-apa,” kata Syeh itu. Ia menutup jendela itu lalu membukanya kembali. Kali ini tak ada seorang prajurit pun yang tampak.

Ketika ia membuka jendela yang lain, kota di luar tampak terbakar. Sultan berteriak ketakutan.

”Jangan bingung, Sultan; tak ada apa-apa,” kata Syeh itu. Ketika jendela itu ditutup lalu dibuka kembali, tak ada api sama sekali.

Ketika jendela ketiga dibuka, terlihat banjir besar mendekati istana. Kemudian ternyata lagi bahwa banjir itu tidak ada.

Jendela keempat dibuka, dan yang tampak bukan padang pasir seperti biasanya, tetapi sebuah taman firdaus. Dan setelah jendela ditutup lagi - lalu dibuka, pemandangan itu tak ada.

Kemudian Syeh meminta sekuali air, dan meminta sultan memasukkan kepalanya dalam air sesaat saja. Segera setelah sultan melakukan itu, ia merasa berada di sebuah pantai yang sepi, di tempat yang sama sekali tak dikenalnya.

Karena kekuatan gaib syeh itu, sultan marah sekali dan ingin membalas dendam.

Segera saja Sultan bertemu dengan beberapa orang penebang kayu yang menanyakan identitasnya. Karena sulit menjelaskan siapa dia sebenarnya, Sultan mengatakan bahwa ia terdampar di pantai itu karena kapalnya pecah. Mereka memberinya pakaian, dan ia pun berjalan ke sebuah kota. Di kota itu ada seorang tukang besi yang melihatnya hidup menggelandang, dan bertanya siapa dia sebenarnya. Sultan menjawab bahwa ia seorang pedagang yang terdampar, hidupnya tergantung pada kebaikan hati penebang kayu, dan tanpa memiliki pekerjaan.

Orang itu kemudian menjelaskan tentang kebiasaan kota tersebut. Semua pendatang baru bisa meminang wanita yang pertama ditemuinya, meninggalkan tempat mandi, dan si wanita itu harus menerimanya.

Sultan itu pun lalu pergi ke tempat pemandian umum, menunggu di luar, dan dilihatnya seorang gadis cantik keluar dari tempat itu. Ia bertanya apakah gadis itu sudah kawin; ternyata sudah. Jadi ia harus menunggu gadis berikutnya keluar dari tempat itu, yang ternyata berwajah sangat buruk. Dia terus menunggu sampai akhirnya keluar seorang gadis yang sungguh-sungguh molek. Katanya ia belum kawin. Tetapi ia menolak Sultan karena tubuh dan bajunya yang compang-camping.

Beberapa lama kemudian, seorang laki-laki berdiri di depan Sultan dan katanya, ”Aku disuruh kemari menjemput seorang yang berpenampilan kusut di sini. Ayo ikut aku.”

Sultan pun mengikuti pelayan itu. Dia dibawa ke sebuah rumah yang sangat indah. Ia dipersilakan masuk dan duduk di dalam salah satu ruangannya yang megah berjam-jam lamanya.

Akhirnya muncul empat orang wanita cantik dan berpakaian indah, mengantarkan wanita kelima yang lebih cantik lagi. Sultan mengenal wanita itu sebagai wanita terakhir yang ditemuinya di pemandian umum tadi.

Wanita itu mengucapkan selamat datang dan mengatakan bahwa ia telah bergegas pulang untuk menyiapkan penyambutan kepadanya, dan bahwa penolakannya tadi itu sebenarnya sekadar merupakan basa-basi saja, yang dilakukan oleh setiap wanita apabila berada di jalan.

Kemudian menyusul makanan-makanan yang lezat, jubah yang sangat indah disiapkan untuknya, dan musik yang merdu pun diperdengarkan.

Sultan tinggal selama tujuh tahun bersama istrinya itu, sampai ia menghambur-hamburkan habis warisan istrinya. Kemudian wanita itu mengatakan bahwa kini sultanlah yang harus menanggung hidup keduanya – bersama ketujuh anak mereka.

Ingat pada sahabatnya yang pertama di kota itu, Sultan pun kembali menemui tukang besi untuk meminta nasihat. Karena Sultan tidak memiliki keterampilan apapun untuk bekerja, ia disarankan pergi ke pasar menjadi kuli angkut barang dagangan.

Dalam sehari, meskipun telah mengangkat beban yang sangat berat, ia hanya bisa mendapatkan sepersepuluh dari uang yang dibutuhkannya untuk menghidupi keluarganya.

Hari berikutnya Sultan pergi ke pantai, dan ia sampai di tempat pertama kali dulu ia muncul di sini, tujuh tahun silam. Ia pun memutuskan untuk sembahyang, dan mengambil air wudlu. Saat membasuh mukanya, mendadak ia telah kembali ke istananya, bersama-sama dengan Syeh itu dan semua pengawalnya.

”Tujuh tahun dalam pengasingan, hai orang jahat!” teriak Sultan kepada Syeh, ”Tujuh tahun, menghidupi keluarga, dan harus menjadi kuli! Apakah kau tidak takut kepada Tuhan sehingga berani melakukan hal itu terhadapku?”

”Tetapi kejadian itu hanya sesaat,” kata Guru Sufi tersebut, ”Yakni saat baginda mencelupkan wajah ke air itu.”

Para pegawai istana membenarkan perkataan sang guru Sufi.

Sultan sama sekali tak bisa mempercayai sepatah katapun. Ia segera memerintahkan pengawal memenggal kepala Syeh itu. Karena merasa hal itu akan terjadi, Syeh menunjukkan kemampuan dalam ilmu gaib dengan melenyapkan diri dari istana dan tiba-tiba berada di Damaskus, yang jaraknya berhari-hari perjalanan dari istana.

Dari Damaskus ia menulis surat kepada Sultan.

”Tujuh tahun berlalu bagi tuan, seperti yang telah tuan rasakan sendiri; padahal hanya sesaat saja wajah tuan tercelup di air. Hal tersebut terjadi karena adanya kekuatan-kekuatan tertentu, yang hanya dimaksudkan untuk membuktikan apa yang bisa terjadi. Bukankah menurut kisah itu, tempat tidur rasulullah masih hangat dan kendi air itu belum habis isinya?

Yang penting bukan terjadi atau tidaknya peristiwa itu (Mi’raj), namun yang terpenting adalah makna kenyataan itu. Dalam hal tuan, tak ada makna sama sekali. Dalam hal Rasulullah, peristiwa itu mengandung makna yang dalam.”


Mimpi Tiga Musafir dan Sepotong Roti 


Tiga orang musafir menjadi sahabat dalam suatu perjalanan yang jauh dan melelahkan; mereka bergembira dan berduka bersama, mengumpulkan kekuatan dan tenaga bersama.

Setelah berhari-hari lamanya, mereka menyadari bahwa yang mereka miliki tinggal sepotong roti dan seteguk air dalam kendi. Mereka pun bertengkar tentang siapa yang berhak memakan dan meminum sisa bekal tersebut. Karena tidak berhasil mencapai kata mufakat, akhirnya mereka memutuskan untuk membagi saja makanan dan minuman itu menjadi tiga. Namun, tetap saja mereka tidak sepakat.

Malam pun turun. Salah seorang mengusulkan agar tidur saja. Kalau besok mereka bangun, orang yang telah mendapatkan mimpi yang paling menakjubkan akan menentukan apa yang harus dilakukan.

Pagi berikutnya, ketiga musafir itu bangun ketika matahari terbit.

”Inilah mimpiku,” kata musafir pertama, ”Aku berada di tempat-tempat yang tidak bisa digambarkan, begitu indah dan tenang. Aku berjumpa dengan seorang bijaksana yang mengatakan kepadaku, ’kau berhak makan makanan itu sebab kehidupan masa lampau dan masa depanmu berharga dan pantas mendapatkan pujian.’”

”Aneh sekali,” kata musafir kedua, ”Sebab dalam mimpiku, aku jelas-jelas melihat segala masa lampau dan masa depanku. Dalam masa depanku, kulihat seorang lelaki maha tahu berkata, ’kau berhak akan makanan itu lebih dari kawan-kawanmu, sebab kau lebih berpengetahuan dan lebih sabar. Kau harus cukup makan, sebab kau ditakdirkan untuk menjadi penuntun manusia.’”

Musafir ketiga berkata, ”Dalam mimpiku aku tak melihat apapun, tak berkata apapun. Aku merasakan suatu kekuatan yang memaksaku bangun, mencari roti dan air itu, lalu memakannya di situ juga. Nah, itulah yang kukerjakan semalam.”


Santapan dari Surga 


Yunus putra Adam pada suatu hari memutuskan untuk tidak sekadar menyerahkan hidupnya pada nasib, tetapi mencari cara dan alasan penyediaan kebutuhan manusia.

“Aku manusia,” katanya kepada dirinya sendiri. “Sebagai manusia aku mendapat sebagian dari kebutuhan dunia, setiap hari, didukung oleh usaha orang lain juga. Dengan menyederhanakan proses ini, aku akan mencari tahu bagaimana cara makanan mencapai manusia, dan belajar sesuatu mengenai bagaimana dan mengapanya. Daripada hidup di dunia kacau-balau ini, di mana makanan dan kebutuhan lain jelas datang melalui masyarakat, aku akan menyerahkan diriku kepada Penguasa langsung yang memerintah segalanya. Pengemis hidup lewat perantara: lelaki dan wanita pemurah yang erelakan sebagian hartanya berdasarkan desakan hati yang tidak sepenuh-penuhnya. Mereka melakukan itu karena telah didik berbuat demikian. Aku tidak mau menerima sumbangan yang tidak langsung itu.”

Selesai berbicara sendiri, iapun berjalan ke tempat terpencil, menyerahkan dirinya kepada bantuan kekuatan gaib dengan keyakinan yang sama seperti ketika ia menyerahkan dirinya kepada bantuan yang kasat mata, yakni ketika ia dulu menjadi guru di sebuah sekolah.

Ia pun jatuh tertidur, yakin Allah akan mengurus kebutuhannya sebaik-baiknya, sama seperti burung-burung dan binatang lain mendapatkan keperluannya di dunia mereka sendiri.

Waktu subuh, kicau burung membangunkannya, dan anak Adam itu mula-mula berbaring saja, menanti munculnya makanan. Meskipun ia mula-mula sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada kekuatan gaib dan yakin bahwa ia akan mampu memahaminya kalau kekuatan gaib itu mulai bekerja di tempat itu, Yunus segera menyadari bahwa renungan saja tidak akan banyak membantunya di medan yang tidak biasa ini.

Ia berbaring di tepi sungai, dan menghabiskan seluruh hari memperhatikan alam, mengintai ikan di sungai, dan bersembahyang. Satu demi satu lewatlah orang-orang kaya dan berkuasa, disertai pengiring yang naik kuda bagus-bagus; terdengar kelinting pakaian kuda menandakan keyakinan jalan yanng ditempuhnya, dan mendengar salam orang-orang itu karena mereka melihat ikat kepala yang dikenakannya. Kelompok-kelompok peziarah beristirahat dan mengunyah kue kering dan keju, dan air liurnya pun semakin mengucur membayangkan makanan yang paling sederhana.

“Ini hanya ujian, dan semua akan segera berlalu,” pikir Yunus, ketika ia selesai mengerjakan sembahyang Isya, dan memulai tepekurnya menurut cara yang pernah diajarkan kepadanya oleh seorang darwis yang memiliki pandangan taja dan luhur dalam mencapai tujuan.

Malam pun berlalu.

Dan Yunus sedang duduk menatap berkas-berkas sinar matahari yang patah-patah terpantul di Sungai Tigris yang agung, ketika lima jam sesudah subuh, pada hari kedua, tampak olehnya sesuatu menyembul-menyembul di antara alang-alang. Barang itu ternyata sebuah bungkusan daun yang diikat dengan serabut kelapa. Yunus putra Adam terjun ke sungai dan mengambil benda aneh itu.

Beratnya sekitar setengah kilogram. Ketika dibukanya pengikat itu, bau yang sedap menyerang lubang hidungnya. Yunus rupanya mendapatkan sebungkus halwa Baghdad. Halwa adalah makanan yang dibuat dari cairan buah badam, air, mawar, madu, dan kacang – dan pelbagai bahan lain yang berharga – oleh karenanya sangat digemari karena rasanya yang enak dan khasiatnya yang tinggi bagi kesehatan. Putri-putri cantik menghuni harem menggigit-gigitnya karena rasanya yang enak; dan para prajurit membawanya ke medan perang karena bisa menimbulkan ketahanan tubuh. Ia pun bisa dipergunakan untuk mengobati seratus macam penyakit.

“Keyakinanku terbukti!” kata Yunus. “Dan kini tinggal mengujinya. Jika ada halwa yang sebesar ini, atau makanan yang sama, diantarkan kepadaku lewat sungai ini setiap hari, atau pada waktu-waktu yang teratur, aku akan mengetahui cara yang ditempuh oleh Sang Pemelihara untuk memberi makanan padaku. Dan sesudah itu aku bisa menggunakan akalku untuk mencari sumbernya.”

Tiga hari berturut-turut setelah itu, pada jam-jam yang tepat sama, sebungkus halwa terapung menuju ke tempat Yunus.

Ia berkeyakinan kuat bahwa hal itu merupakan penemuan yang maha penting. Kita sederhanakan saja keadaan kita, dan Alam terus menjalankan tugasnya dengan cara yang kira-kira sama. Hal itu saja merupakan penemuan yang dirasanya harus disebarkan ke seluruh dunia. Bukankah sudah dikatakan, “Kalau kau mengetahui sesuatu, ajarkan itu”?

Namun kemudian disadarinya bahwa ia tidak mengetahui, ia baru mengalami. Langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah mengikuti jalan halwa itu mudik sampai mencapai sumbernya. Tentu ia nanti tidak hnya mengetahui asal-usulnya, tetapi juga cara bagaimana makanan itu sengaja disediakan untuk dimakannya.

Berhari-hari lamanya Yunus mengikuti alur sungai. Setiap hari secara teratur tetapi pada waktu yang semakin lama semakin awal halwa itu muncul, dan Yunus memakannya.

Akhirnya Yunus melihat bahwa sungai itu bukannya tambah sempit di udik, tetapi malah melebar. Di tengah-tengah sungai yang luas itu terdapat sebidang tanah yang amat subur. Di tanah itu berdiri sebuah istana yang kokoh namun indah. Dari sanalah, pikirnya, makanan itu berasal.

Ketika ia sedang memikirkan langkah berikutnya Yunus melihat seorang darwis yang tinggi dan kurus, yang rambutnya kusut bagaikan pertapa dan pakaiannya bertambal warna-warni, berdiri di hadapannya.

“Salam, bapak,” kata Yunus.

“Salam, huuu!” jawab sang pertapa dengan suara keras, “Apa pula urusanmu di sini?”

“Saya melakukan suatu penyelidikan suci,” Yunus menjelaskan, “dan saya harus mencapai benteng di seberang itu untuk menyempurnakannya. Barangkali bapak mengetahui akal agar saya bisa ke sana?”

“Karena kau tampaknya tak mengetahui apa-apa tentang benda itu, walaupun aku sendiri menaruh minat padanya,” kata pertapa itu, “akan kuberi tahu juga kau tentangnya.”

Pertama-tama, putri seorang raja tinggal di sana, dalam tawanan dan pembuangan, dijaga oleh sejumlah dayang-dayang jelita. Memang enak, tetapi terbatas juga geraknya. Sang putri tidak bisa melarikan diri sebab lelaki yang menangkap dan memenjarakannya di sana – karena sang putri menolak lamarannya – telah mendirikan rintangan-rintangan yang kokoh tak terlampaui, yang tak tampak oleh mata. Kau harus mengungguli rintangan-rintangan itu agar bisa memasuki benteng dan mencapai tuanmu.”

“Bapak bisa menolong saya?”

“Aku sendiri sedang akan memulai perjalanan khusus demi pengabdian. Tetapi kukatakan padamu rahasia sepatah kata, Wazifa, yang – kalau memang sesuai untuk itu – akan mebantumu mengumpulkan kekuatan gaib para jin berbudi, makhluk api, yakni satu-satunya makhluk yang dapat mengungguli kekuatan sihir yang telah mengunci benteng tersebut. Semoga kau selamat.” Dan pertap[a itupun pergi, setelah mengucapkan suara-suara aneh berulang-ulang dan bergerak tangkas dan cekatan, sangat mengagumkan mengingat sosoknya yang patut dimuliakan itu.

Berhari-hari lamanya Yunus duduk latihan dan memperhatikan munculnya halwa. Kemudian, pada suatu malam ketika sedang disaksikannya matahari bersinar-sinar di menara benteng, tampak olehnya pemandangan yang aneh. Disana, berkilauan dalam keindahan surgawi, berdirilah seorang gadis yang tentunya putri yang dikisahkan itu. Beberapa saat alamanya ia berdiri menyaksikan matahari, dan kemudian menjatuhkan sesuatu ke ombak yang mengalun jauh di bawah kakinya – yang dijatuhkannya itu adalah halwa. Nah, ternyata itulah sumber langsung karunianya.

”Sumber makanan surga!” teriak yunus. Kini ia merasa berada di ambang kebenaran. Kapan pun nanti, Pemimpin Jin, yang dipanggil-panggilnya lewat Wasifa darwis, tentu datang, dan akan dapatlah ia mencapai benteng, putri, dan kebenaran itu.

Tidak berapa lama sesudah pikiran itu melintas di benaknya, ia merasa dirinya terbawa terbang melewati langit yang tampaknya seperti kerajaan dongeng, penuh dengan rumah-rumah yang indah mengagumkan. Ia memasuki salah satunya, dan disana berdiri seorang makhluk bagai manusia, yang sebenarnya bukan manusia: tampaknya masih muda, namun bijaksana, dan jelas sudah sangat tua. ”Hamba,” kata makhluk itu, ”adalah Pemimpin Jin, dan hamba telah membawa Tuan kemari sesuai dengan permintaan Tuan melalui Nama Agung yang telah diberikan kepada Tuan oleh Sang Darwis Agung. Apa yang bisa hamba lakukan untuk Tuan?”

”O Pemimpin jin yang perkasa,” kata Yunus gemetar, ”aku Pencari Kebenaran, dan jawaban bagi pencarianku itu hanya bisa aku dapatkan di dalam benteng yang mempesona di dekat tempatku berdiri ketika kau memanggilku kemari. Berilah aku kekuatan untuk memasuki benteng itu dan untuk berbicara kepada putri yang terkurung di sana.”

”Permohonan dikabulkan!” kata Sang Pemimpin Jin. ”Tetapi ketahuilah, orang mendapatkan jawaban bagi pertanyaannya sesuai dengan kemampuannya memahami dan persiapannya sendiri.”

”Kebenaran tetap kebenaran,” kata Yunus, ”dan aku akan mendapatkannya, apa pun juga ujudnya nanti. Berikanlah anugerah itu.”

Segera saja Yunus dikirim cepat-cepat – dengan kekuatan sihir Jin - dalam keadaan tak kelihatan, dikawal oleh sekelompok jin kecil-kecil sebagai pembantunya, yang oleh Pemimpinnya diberi tugas mempergunakan kepandaian khususnya untuk membantu manusia yang sedang mencari kebenaran itu. Di tangan Yunus ada sebuah batu cermin khusus yang menurut petunjuk Pemimpin Jin harus diarahkan ke benteng untuk melihat rintangan-rintangan yang tak kelihatan.

Lewat batu itulah Yunus anak Adam mengetahui bahwa benteng tersebut dijaga oleh sederet raksasa, tak tampak tetapi mengerikan, yang menghantam siapapun yang mendekat. Jin-jin pembantu yang ahli dalam tugas khusus berhasil menyingkirkan mereka. Berikutnya Yunus melihat ada semacam jala yang tak kelihatan manusia biasa, yang menutupi seluruh benteng itu. Itu pun bisa disingkirkan oleh jin-jin yang memiliki kecerdikan untuk melaksanakan tugasnya. Akhirnya ada seonggok batu besar yang tak kelihatan yang ternyata memenuhi jarak antara benteng dan tepi sungai. Batu-batu itu dibongkar semua oleh kelompok jin tersebut, yang setelah menjalankan tugas-tugasnya, memberi salam lalu pergi secepat kilat ke tempat asalnya.

Yunus menyaksikan ada sebuah jembatan yang denngan kekuatan gaib, muncul dari dasar sungai sehingga ia bisa berjalan sampai ke benteng itu dengan kaki tetap kering. Seorang pengawal gerbang langsung membawanya menghadap Sang Putri, yang kini bahkan tampak lebih elok lagi daripada dulu ketika pertama kali tampak.

”Kami sangat berterima ksih kepada Tuan karena telah menghancurkan rintangan yang mengurung benteng ini,” kata Sang Putri, ”dan sekarang saya bisa pulang ke ayah saya dan ingin sekali memberi hadiah Tuan yang telah bersusah payah selama ini. Katakan, sebut apa saja, dan saya akan memberikannya kepada Tuan.”

”Mutiara tiada tara,” kata Yunus, ”hanya ada satu hal yang saya cari, yakni kebenaran. Karena sudah merupakan kewajiban siapapun yang bisa memanfaatkannya. Saya memohon dengan sangat, Yang Mulia, agar memberikan kebenaran yang sangat saya butuhkan.”

”Katakan, dan kebenaran yang bisa saya berikan, akan sepenuhnya menjadi milik Tuan.”

”Baiklah, Yang Mulia. Bagaimana dan atas perintah siapa makanan surga, yakni halwa yang setiap harinya Tuan Putri berikan kepada saya itu, diatur pengirimannya secara demikian?”

”Yunus, anak Adam,” kata Sang Putri, ”halwa, begitu nama yang kau berikan, yang saya lemparkan setiap hari itu sebenarnya tak lain sisa-sisa bahan perias yang saya gosok setelah saya mandi air susu keledai.”

Yunus tertegun.

”Akhirnya saya memahami,” kata Yunus beberapa saat setelah terdiam, ”bahwa pengertian manusia sesuai dengan syarat kemampuannya untuk mengerti. Bagi Tuan Putri, itu merupakan sisa bahan perias. Bagi saya, itu adalah makanan surga.”